Tyler Cowen menulis buku inspiratif dengan judul: Average is Over, Powering America beyond the age of the Great Stagnation, 2013. Hal yang biasa-biasa saja sudah berakhir. Kita harus berbagi keilmuan yang distingtif. Dalam kaitan ini, Tyler mengajukan beberapa pandangan, antara lain: 1. Relearning Education. One goal of better education is to procure better earnings. Satu tujuan pendidikan yang berkualitas yaitu mengarahkan akseptor didik untuk mendapat penghasilan yang lebih baik. Pendidikan harus menyiapkan akseptor didik untuk pencapaian ini. Para mahasiswa sedari awal sudah bisa melaksanakan plan of prosperity. Mereka semenjak menginjakkan kaki di kampus harus sudah diarahkan untuk bisa merancang rencana hidup yang sejahtera. Dalam kontek ini pula perguruan tinggi, semestinya para mahasiswa diajarkan " global dexterity", ketangkasan global. Sehingga. mereka kelak tidak canggung dengan orang luar. Dalam situasi apa pun mereka sanggup berinteraksi produktif. Mereka bisa mendongakkan kepala sejajar dengan bangsa lain. Itulah sebabnya, sehingga mereka harus dibekali dengan kemampuan bernegosiasi. Cross cultural studies juga diajarkan kepada para mahsiswa, apa pun aktivitas studi yang ditekuninya. Sebagai "warga dunia", kita sebetulnya sudah menjadi "pekerja pada tingkat dunia" ( a global worker) -- meminjam istilah Andy Molinsky dalam bukunya Global Dexterity, (2013). Tidak ada lagi kualitas lokal. Tidak ada lagi toleransi untuk menawar standar akademik. Meskipun kita berada di daerah, kualitas harus tetap dijaga. Jangan hingga perguruan tinggi melahirkan sarjana ÿang tidak bisa bunyi". Ada gambar, tetapi tidak ada suara. Tugas manusia Kampus harus memperbanyak jumlah middle class society. Sebab, negara yang maju dan tangguh yaitu negara yang mempunyai populasi middle class lebih banyak. Semakin banyak jumlah "kelas menengah" sebuah negara, maka semakin maju dan kuatlah negara tersebut. itulah sebabnya, kita sangat sulit menandingi Amerika, Kanada, dan Singapura. Sebab, negara-negara ini mempunyai jumlah kelas menengah yang banyak. Jumlah entrepreneur negara Amerika sekitar 12%. Mindset mahasiswa harus bermetamorfosis mentalitas pengusaha. Tidak semata- mata menjadi pegawai negeri sipil. Mahasiswa juga harus mempunyai skill set. Keterampilan yang memadai harus menjadi prasyarat untuk bisa bersaing dengan angkatan kerja. Walhasil, untuk mencapai semua ini, maka mesin-mesin intelektual harus berfungsi. 2. New higher education models. Kita membutuhkan model pendidikan tinggi yang baru. We have entered revolutionary time. Kita sedang berada pada masa revolusi. We live in extraordinary times, kata Bill Gates. Kita sedang hidup dan memasuki masa yang luar biasa. Perubahan demikian cepatnya terjadi. Chaotic era. Era yang karut marut. Informasi berseliweran. Untuk sukses diharapkan fokus. Sedikit saja menoleh, maka kita kehilangan kesempatan. Di kampus kita sedang berhadapan dengan New students. Mahasiswa yang maha terkonek (hyperconnected). MarkZuckerberg dengan facebooknya telah mengubah tatanan dunia global. Koneksitas. Silaturahim sudah bermetamorfosis bertemu secara on line. Sehingga lahirlah Facebooker society. Masyarakat facebook. Masyarakat berubah dengan lifestyles yang baru. Manusia baru. Bertemu tetapi tidak bergaul terutama di kereta api, di bus, di pesawat, dst. 3. The end of average science. Era kini yaitu Spesialisasi. Bahkan Hyperspecialization. Seperti dokter jago ayam. Ada dokter Anak ayam betina. Ada dokter jago Anak ayam jantan. Dokter jago saraf. Dokter jago jantung. Dokter jago indera pendengaran kanan dan kiri, dan seterusnya. Kita dihentikan lagi menjadi Syeikh Sagala. Semua serba tahu. Tahu banyak dalam sedikit. Tahu sedikit dalam banyak. Spesialisasi menjadi sangat penting.
Advertisement