Prof H.M. Rasjidi yakni seorang sarjana muslim Indonesia yang tangguh. Beliau mempunyai tradisi akademik timur tengah dan barat. Sedari kecil sudah hafal al- Alquran 30 juz. Lahir di Kota Gudeg Yogyakarta. Beliau pernah tinggal di Mesir dan Kanada. Dan hal yang menarik, ia mengambil kegiatan doktoralnya di Sorbonne University. Sorbonne University yakni universitas bau tanah yang merupakan daerah mencar ilmu dan mengajar para orientalis. Prof Rasjidi juga yakni Menteri Agama RI yang pertama. Untuk mengenang jasa beliau, di Kemenag kini ada sebuah Aula yang diberi nama H.M. Rasjidi. Setiap membaca buku dan pikiran Prof Harun Nasution, aku selalu teringat H.M. Rasjidi. Dua buku laku karya Prof Harun Nasution dikritik habis Prof Rasjidi. Buku Filsafat dan Mistisisme Islam dan Islam ditinjau dari banyak sekali aspeknya. Sayang sekali, Prof Harun Nasution tidak memperlihatkan bantahan atau komentar terhadap kritik H.M Rasjidi tersebut. Barangkali lantaran ketawadhuan ia kepada H.M. Rasjidi sebagai mentor yang telah mengarahkan Prof Harun Nasution untuk mengambil studi doktoralnya di McGill University, Canada. Prof Harun ke Kanada atas jasa Prof Rasjidi. Atau barangkali lantaran Prof Harun sudah menyadari bahwa Prof Rasjidi tidak perlu ditanggapi lantaran ia berbeda perspektif dalam masalah- persoalan yang disampaikannya. Energi positif kita lebih baik diarahkan kepada hal- hal produktif demi kemajuan dan pembaruan aliran keagamaan di Indonesia. Saya tergelitik cara Prof Rasjidi mengkritik siapa pun yang dianggap melenceng. Dan aku kira tradisi akademik mirip ini juga perlu dilestarikan. Salah satu kritik Rasjidi yang menarik perhatian aku yakni dikala ia mengkritik Dr Karel A. Steenbrink. Karel menulis penelitian serius lewat bukunya: Beberapa Aspek perihal Islam di Indonesia Abad ke-19. Prof Rasjidi memberi tiga catatan, sebagai berikut: 1. Syarat untuk menulis sejarah yakni penghayatan atau intuisi--meminjam istilah Bergson, filosof Prancis. Yakni perilaku bersatu dengan apa yang ditulisnya. Dalam hal ini kami mencicipi kekuarangan ini. .....karena pengarang--Dr Karel-- intinya yakni seorang sarjana theologi Kristen. Cara penyajiannya terhadap peristiwa-peristiwa penting mirip Perang Diponegoro, Perang Padri dan Perang Aceh tidak sanggup diterima dengan rasa puas, ibaratnya hidangan nasi goreng yang yummy tetapi banyak gabah yang tercampur dengan nasi. 2. Kita harus ingat bahwa sejarah yakni science conjecturale, pengetahuan dugaan, artinya kebenaran sejarah tidak mirip kebenaran ilmu eksperimental. Sejarah selalu mengandung unsur jiwa penulisnya, sedang matematika dan ilmu eksperimental mengandung kepastian yang sangat besar. 3. Abad ek-19, Indonesia belum mengetahui pengetahuan-pengetahuan modern sama sekali. Seluruh bangsa- bangsa Islam hidup dalam kungkungan kitab-kitab yang tertulis pada zaman stagnasi pemikiran. Demikian kritik Prof Rasjidi. Tajam dan tetap memegang kaidah- kaidah akademik. Itulah sebabnya, sehingga Prof Rasjidi biasa disebut sebagai "Benteng pertahanan Umat". Dulu, kita berharap tradisi kritik demikian itu dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Kita berharap banyak Ridwan Saidi--budayawan-- dan Dr Daud Rasyid sanggup melanjutkannya. Tetapi ternyata tidak sanggup melaksanakan hal yang sama. Tradisi kritik itu hanya berakhir pada masa H. M Rasjidi.
Advertisement