Adalah Imam Jalaluddin al- Suyuthy yang menemukan catatan bahwa ternyata al- Raghib al- Ashfahany bukanlah seorang muktazilah. Inilah pentingnya mencermati catatan-catatan yang tercantum pada sampul buku--'ala dzahr al- kitab. Demikian pentingnya gosip manuskrip tersebut. Filosof- saintis al- Biruni kesulitan dan menghabiskan aneka macam waktu untuk mencari sebuah manuskrip, yakni kitab Sifr al- Asrar, misteri angka nol. Dan ulama- ulama lainnya juga mengalami hal yang sama. Perburuan naskah, manuskrip Ibn Rusyd. Karya- karya Ibnu Bajjah di koleksi Oxford University, dst. Demikian catatan Franz Rosental dalam bukunya The Technique and Approach from Muslim Scholarship, 1975. Manuskrip menyimpan memori intelektual suatu bangsa. Bangsa yang besar yakni mereka yang merawat dan melestarikan catatan dan kekayaan intelektualnya. Orang barat yang berguru filsafat akan selalu memulainya dengan bahan filsafat Yunani Kuno. Mereka akan mengkaji filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles. Konon, manuskrip karya- karya Aristoteles dalam bahasa Yunani orisinil masih dapat dibaca sampai kini ini. Masih tersimpan rapi di perpustakaan di barat. Bangsa yang mempunyai masa lalu, merekalah yang mempunyai masa depan. Belajar manuskrip menyerupai menarik anak panah dari busurnya, semakin ke belakang, maka semakin melesat anak panah tersebut. Mencermati sejarah masa kemudian bukan berarti kita menjadi kuna dan terbelakang, tetapi dapat mengambil pelajaran dari sejarah tersebut. Belajar sejarah sangat penting untuk sebuah peradaban gres suatu bangsa. Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno.
Advertisement