-->

Menerjemah Itu Menafsir

Menerjemah Itu Menafsir
Menerjemah Itu Menafsir
Sambutan Menteri Agama RI Menerjemah itu= Menafsir Betapa pentingnya al-Quran terjemah bahasa tempat dipahami oleh masyarakat Indonesia. Karena kita yakni bangsa yang sangat beragam yang juga memakai bahasa tempat yang sangat beragam. Bahasa yakni cara kita untuk sanggup berkomunikasi. Pada umumnya bahasa terutama bahasa ibu itu mempunyai kedekatan dengan penuturnya. Di sinilah letak urgensi dan arti penting kehadiran al- Qur'an Terjemah bahasa daerah. Pada hakikatnya alih bahasa atau terjemah yakni juga penafsiran. Sebagai sebuah penafsiran, terjemah pastilah dinamis. Sebagaimana halnya masyarakat kita juga berubah sangat dinamis, sehingga terjemahan al- Qur'an pun berubah sesuai tuntutan zaman. Upaya Kemenag untuk terus merespon realitas kita yang sangat beragam. Kami telah menginisiasi penerjemahan al Alquran kedalam banyak bahasa daerah. Kami sudah menuntaskan 16 bahasa daerah. Yang antara lain bahasa Jawa Banyumasan, Bahasa Kaili, Makassar, Bolaang Mangondow, Batak Angkola, Bahasa Minang, bahasa Dayak, Ambon, Bali, Bugis, bahasa Aceh, Madura, Banjar, Palembang, Osing, dan Sunda. Dan menyusul Bahasa Melayu Riau, Bahasa Lampung, bahasa Rejang, bahasa Muna, dst. Inilah cara kita supaya al- Qur'an sebagai acuan utama umat muslim sanggup lebih dipahami apa isi kandungannya. Saya ingin meneguhkan dan mengingatkan kita semua, bahwa terjemahan al- Qur'an hakikatnya bukanlah al-Quran itu sendiri. Jangan hingga ada yang memahami terjemahan al-Qur'an seolah-olah identik dengan al-Qur'an. al- Qur'an yakni kalamullah, firman dan titah Tuhan. Ketika al-Qur'an "mewujud" sebagaimana yang kita baca sekarang, pada periode tengah terjadi perdebatan sengit dalam ilmu kalam. Apakah al-Qur'an itu qadim atau hadith (makhluk) ? Kalau al- Qur'an itu makhluk, bagaimana kita bersikap dengannya? Tapi apa pun perdebatan itu, ini yakni firman Allah. Sementara terjemahan al Alquran yakni karya manusia. Tentu teks al- Qur'an dan terjemahnya yakni dua hal yang sangat berbeda. Terjemahan dengan segala penghormatan kita kepada para penerjemah, tetap saja sanggup keliru. Terjemahan juga sanggup bermacam-macam sedang al-Qur'an itu satu. Tidak ada versi ini dan versi itu, meskipun qiraatnya ( varian bacaan dan cara membacanya) sanggup berbeda. Pertanyaan berikutnya, Mengapa al-Qur'an sanggup bermacam-macam terjemahnya? Terjemahan sudah barang tentu tidak sesempurna ayat al-Qur'an, Menerjemah dan menafsirkan terkadang sesama kita sanggup mengalami perbedaan. Jangankan al- Qur'an yang mempunyai ratusan surah dan ribuan ayat. Kata quru' itu punya terjemahan yang tidak tunggal. Bahkan sekelas Imam al-Syafi'i sanggup berbeda dengan Imam Abu Hanifah. Bagi Imam al-Syafii, makna quru' itu yakni suci. Sedang Imam Abu Hanifah memahaminya dengan haid, menstruasi. Coba lihat dua imam besar berbeda pendapat. Apakah thalasa quru, tiga kali menstruasi atau tiga kali suci. Betapa terma firman Allah begitu kaya makna. Kita insan yang mempunyai keterbatasan dalam "menakar" makna firman-Nya. Sekali lagi, terjemahan itu hakikatnya berbeda dengan al quran. Oleh alasannya yakni itu, kita tidak perlu terlalu heran bila mendapat bermacam-macam penafsiran. Banyak sekali ayat al-Qur'an yang ditafsirkan berbeda oleh para mufassir dan ilmuan. Dengan cara menyerupai ini, maka terjemahan kedalam bahasa tempat pun tidak pernah sempurna. Karena bahasa itu sendiri juga sangat dinamis. Apa yang kita terjemahkan hari ini belum tentu relevan dengan generasi 20 tahun kemudian. Sehingga dengan cara menyerupai ini, harapannya kita semakin cerdik balig cukup akal dalam menyikapi terjemahan dan tafsir al-Quran. Saya merasa perlu memberikan alasannya yakni kita terkadang berbeda paham, berdebat habis-habisan. Anda sanggup bayangkan, sekelas Imam Syafi'i dan Abu Hanifah sanggup berbeda penafsiran. Oleh karenanya, hendaknya kita rendah hati. Semoga dengan sinar cahaya hidayah al- Qur'an, kita sanggup lebih arif dan bijak. Agar bahasa tempat sanggup lestari, maka salah satu cara melestarikannya dengan terjemahan al-Qur'an ke dalam bahasa daerah. Bagaimana supaya cara kita memahami Islam melalui al-Qur'an, sanggup betul-betul substantif. Sering kali sebagian kita, memahami al-Qur'an cukup dengan terjemahan al- Qur'an. Ini tidak cukup. Sebab, untuk memahami al- Qur'an secara substansial diharapkan wawasan yang luas. Semoga dengan terbitnya al-Qur'an Bahasa Daerah ini sanggup memperkuat DNA moderasi beragama di republik tercinta. Sehingga Islam rahmatan li al-alamin terus menebarkan kedamaian dan kemashlahatan antar sesama. Wa Allah al- muwaffiq ila aqwam al- tharieq
Advertisement