Pendidikan Tinggi: Ikhitiar Mencetak Sarjana Muslim, Tangkas, Unggul dan Religius Oleh: Dr Muhammad Zain Era Disrupsi We have entered in revolutionary times, kata Bill Gates. Kita sedang memasuki era revolusi informasi. Revolusi informasi ditandai dengan akselerasi teknologi IT. Kita sedang mengalami era disrupsi. No ordinary disruption, zaman Now telah terjadi kekacauan yang tidak biasa. Demikian hasil riset Richard Dobbs, James Manyika, and Jonathan Woetzel dalam buku teranyarnya itu. Ada empat perubahan yang sedang terjadi dan memengaruhi dunia global. a. Akselerasi teknologi informasi. Terdapat 2/3 warga dunia yang mempunyai android, hand phone dan mereka semua terkonek dengan internet. Tinggal 1/3 warga dunia yang tidak mempunyai hand phone. Sekarang semua sudah on line system. Pengusaha Taxi konvensional, collaps dan bangkrut. Mereka kalah cepat dengan Uber car. Grab, Gojek, yang tidak perlu kantor luas. Tidak perlu mempunyai motor dan mobil. Mereka hanya menyiapkan on line system. Tidak ada yang salah dari Nokia. Nokia hanya kalah cepat merespon kebutuhan pasar. Sehingga Nokia, hampir gulung tikar, dan disalib oleh Samsung. Blackberry sudah tidak kedengaran lagi. Sarjana dan mahasiswa era sekarang, berbeda dengan 20 tahun yang lalu. Mahasiswa dan sarjana era sekarang, sejatinya multitasking. Mereka bisa mengerjakan dua atau tiga pekerjaan dalam satu waktu. b. Aging population ( Populasi yang Menua). Di China dan Jepang, seorang sampaumur harus merawat enam orang tua. Kedua orang tuanya. Dua mertuanya. Dan dua orang kakek buyutnya yang masih hidup. Sehingga mereka kewalahan dalam merawat manula. Apa yang terjadi? Mereka merawat orang renta tersebut dengan pemberian robot. Robot lebih mudah merawat para manula daripada seorang pembantu atau perawat. c. Urban society. Terdapat 440 kota di dunia ini yang menentukan mobilitas tenaga- tenaga profesional dan lajunya perekonomian dunia. Tianjin, China, Tokyo, Jepang, dst. Sejatinya pendidikan yang modern tidak hanya menyasar masyarakat pedesaan, tetapi juga masyarakat kota. Sehingga, keterampilan yaitu suatu kemestian. Apalagi dengan iklan Google, rekasasa IT yang mencari karyawan tanpa ijazah. Ini sesuatu yang mengejutkan dunia pendidikan yang selama ini mementingkan ijazah. Ijazah yaitu azimat yang merupakan syarat utama dan pertama para pencari kerja. Job seeker sebelum mereka diterima pada suatu instansi atau perusahaan harus terlebih dahulu mengatakan ijazah yang telah diraihnya. Google tidak memetingkan ijazah. Google memerlukan skill yang dimiliki oleh calon karyawan. Apakah ini merupakan lonceng ajal perguruan tinggi? KKN harus juga menyasar warga kota. Tidak hanya berorientasi ke desa. Sehingga mereka harus mempunyai global dexterity, dan plan of prosperity. Ketangkasan global dan kemampuan untuk merencanakan kesejahteraan hidupnya di masa depan. d. Capital, people, investmen. Dengan melihat sejumlah perubahan revolusioner di atas, perguruan tinggi harus menerapkan taktik gres dalam merespon tuntutan zaman. Menteri Pendidikan tinggi dan sains Malaysia telah menerapkan kebijakan 2 U and 2 i. Two years in university, and two years in industry. Mahasiswa dua tahun mendapatkan teori di dingklik kuliah, dan dua tahun eksklusif terjun di dunia industri atau masyarakat. Robert W. McChesney and John Nichols dalam bukunya: People Get Ready the Fight Against a jobless economy and a citizenless democracy, 2016. Bahwa The future is now. Masa depan itu dirancang dan ditentukan sekarang. Masa depan itu ya sekarang. Tidak ada yang bisa menentukan takdir, tetapi kita bisa menemukannya dengan cara berlari kencang. Era Kompetisi Dalam dunia bisnis, persaingan yaitu sebuah kemestian. Kalau tidak bisa bersaing, maka sebuah perusahaan akan ditinggal pelanggannya. Sebentar lagi perusahaan tersebut akan collaps. Dalam persaingan yang terpenting yaitu berusaha untuk membentuk kompetitif, untuk mengendalikan nasib kita sendiri. Memasuki kurun ke 21, kita dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak akan pentingnya mempunyai taktik dan visi yang terang mengenai cara menampilkan diri yang unik dan berbeda dengan yang lain. Kalau tidak, kita akan ditelan hidup-hidup oleh persaingan yang semakin sengit. Keunikan dan diferensiasi sangat penting dalam sebuah persaingan. Bahkan sangat boleh jadi persaingan itu dimaknai sebagai pertarungan dalam pengertian yang positif. Untuk itulah diharapkan taktik yang jitu. Visi kita yaitu untuk mewujudkan pendidikan Islam yang unggul, moderat dan menjadi rujukan pendidikan Islam dunia. Kita harus fight untuk mewujudkan competitiveness pendidikan Islam. Daya saing pendidikan Islam sedang dilirik, baik secara nasional maupun internasional. Orientasi aktivitas dan kegiatan kita harus mengarah pada visi dan misi tersebut. Untuk Mewujudkan pendidikan Islam menjadi rujukan Islam dunia, maka Karakteristik dan distingsi pendidikan Islam harus dikedepankan. Posisi Perguruan Tinggi di Era Akselerasi Era revolusi IT yaitu era akselerasi. Semua serba sibuk dan berlangsung serba cepat. Siapa yang lambat akan terlindas oleh zaman. Ibarat naik kereta super cepat, telat satu menit akan tertinggal, dan berdampak beberapa jam kemudian. Kita harus berlari kencang. Seperti seekor kijang yang hendak diterkam harimau. Pilihannya hanya dua: Berlari kencang dan selamat. Atau lambat, dan mati diterkam harimau. Sekarang serba cepat. Semua orang mengalami busy, super sibuk. Itulah ciri Digital population; Populasi digital. Bahwa kemudahan dan sarana digital sebagai sarana yang terbaik. Sebab, dengan buku digital, lebih murah, dan lebih cepat. Teknologi yaitu alat untuk kemashlahatan. Teknologi harus familiar dengan kita semua. Seperti seirang bapak jikalau tertinggal dompetnya niscaya tidak balik. Kalau hpnya yang tertinggal, niscaya balik. Kita harus mendrive teknologi untuk menjadi mashlahat, bukan mudharat. Hati-hati dengan mazhab google, alasannya yaitu banyak alirannya. Banyak pandanggan ulama ada di google. Saudara-saudara mencar ilmu agama harus dari sumber yang jelas. Saya berharap, dengan wisuda kali ini bisa mempunyai kegunaan untuk bangsa dan agama. Saudara menyerupai etalasi dan akan lahir lagi etalasi berikutnya. Dengan segala keterbatasan, kita terus berkembang. Dengan keterbatasan, bukan berarti kita tidak bisa berbuat sesuatu untuk bangsa. Selanjutnya, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi pemikiran kita untuk pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi kita. 1. Rendahnya Literasi Indonesia sudah 72 tahun merdeka. Tetapi berdasarkan data masih terdapat sekitar 5,9 juta warganya yang buta huruf. Jawa Timur mempunyai angka tertinggi buta aksaranya, sekitar 1.458.184. Meskipun mereka ini melek terhadap abjad arab gundul. Secara internasional, UNESCO melancarkan gerakan Reading the Past, Writing the Future. Agar warga dunia terbebas dari buta huruf ini. Pendidikan yaitu senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia, kata Nelson Mandela. Kita harus melaksanakan terobosan untuk menghapus buta abjad ini. Dan patut dicatat, buta abjad melanda hampir semua negara- negara berkembang dan masyarakat muslim. Buta abjad atau literasi masih menjadi dilema yang masif melanda dunia muslim. Rata- rata wilayah yang lebih dikenal sebagai "Bulan Sabit" masih mengalami problem rendahnya literasi. Rendahnya literasi keagamaan menjadi problem lanjutannya. Bahwa umat kita pada grassroot, akar rumput mempunyai pemahaman keagamaan yang belum memadai. Memahami pemikiran dan ujaran keagamaan secara "hitam-putih" masih tinggi. Cara pandang agama semacam ini sangat berbahaya masih keberlangsungan demokrasi dan Islam rahmatan li al- 'alamin. Kampus harus bergegas merespon perkembangan zaman dan berikhtiar untuk mencetak intelektual publik. Sarjana muslim harus tampil pada garda terdepan dalam menyuarakan Islam moderat, santun, dan membuatkan kedamaian. Sarjana kita harus terus mengedukasi masyarakat dalam arti sesungguhnya. Bahwa peran- kiprah profetik semacam harus menjadi potongan yang inheren dalam kiprah dan tanggung jawab kita sebagai sarjana muslim. 2. Pendidikan Karakter Dewasa ini kita menyadari betapa pentingnya memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum. Setidaknya ada tiga landasan pendidikan karakter ( character-building education). yakni: (a)memasukkan nilai-nilai humanisme, mirip saling menghargai dan menghormati antar sesama. Jepang barangkali bisa menjadi pola dalam pendidikan karakter yang dimulai semenjak pendidikan usia dini. Halmana tradisi dan nilai- nilai luhur mereka tidak tergerus oleh modernitas. Integritas, kejujuran, tanggung jawab, menghormati yang lebih senior, sportifitas, nilai aib terintegrasi dalam kurikulum pendidikan mereka. b) mengembangkan karakter keilmuan, yakni dengan membuat curiosity, rasa ingin tahu yang tinggi ( search of inquiry), sehingga ilmu, kreatifitas dan penemuan sanggup berkembang; dan (c) menanamkan kecintaan dan pujian kepada Indonesia. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Persatuan Indonesia, NKRI yaitu pilar- pilar kebangsaan kita dan sudah final. Current Issues Pendidikan Tinggi Barangkali untuk pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia, realitas berikut sanggup menjadi materi pemikiran. (1) Tantangan pendidikan di era MEA. New Think Asean, kata Philip Kotler. Asean sulit diprediksi. Ada banyak pemain gres dalam seluruh sektor, ekonomi, politik, pendidikan dan budaya. Asean kini sudah sangat berbeda dengan 20 tahun yang lalu. MEA yaitu peluang pasar bagi Indonesia. Tantangan kita, (a). Masalah bahasa. (b). Mobilitas mahasiswa, dosen dan peneliti. Kedua tantangan ini bisa dilakukan international summer program, lecturer/ researcher exchange program, joint research, joint seminar, dst. (2) Menyehatkan PTN- Perguruan Tinggi Swasta Ada sepuluh PT terbaik Amerika. Semuanya Perguruan Tinggi Swasta dan dibiayai oleh donatur kaya. Universitas Harvard mempunyai dana kekal sebanyak Rp. 473,2 triliun. Donatur dari filantropis kaya semacam Rockefeller, John F Kennedy, dan Melinda Gates banyak investasi untuk pendidikan dan kesehatan. Di Indonesia kita sulit mendapatkan orang kaya mirip itu. Perguruan Tinggi Swasta kita secara nasional banyak yang sakit- sakitan. Dari 3.078 PTS, gres 111 (3,6%) mengajukan pengakuan institusi. Itupun gres 4,5% yang bisa terakreditasi B, dan selebihnya C. Masih ribuan yang belu mengajukan akreditasi. Mengerikan. Sementara ada 70% mahasiswa Indonesia kuliah di PTS. Ditambah lagi, dengan 1/3 Perguruan Tinggi Swasta yang masih luhur dan bersikukuh dalam menjalankan misi PT. Selebihnya, Perguruan Tinggi Swasta dijadikan sebagai pundi- pundi income oleh pendirinya. Ada juga untuk kepentingan bisnis, kepentingan pribadi sebagai sumber dana kampanye, dst. Perguruan Tinggi Swasta sulit mendapatkan izin prodi yang laris- manis mirip Prodi Ilmu Kedokteran dan semua turunannya. Dosen Perguruan Tinggi Swasta juga hanya sedikit yang bisa berfungsi sebagai dosen. Padahal untuk melaksanakan tridharma, PT sangat membutuhkan dosen yang bermutu, laboratorium, perpustakaan yang lengkap, proses mencar ilmu mengajar yang maju. Sehingga kita bisa melahirkan lulusan yang terampil dan berdaya saing. (3) Pengembangan bidang ilmu. Data Forlap Kemenristek Dikti (2016), jumlah prodi sebanyak 23.747. Sains dan teknik yang meliputi MIPA, teknik, kedokteran, kesehatan, dan pertanian. Selebihnya ilmu- ilmu sosial dan humaniora, mirip ekonomi, politik, hukum, sosiologi, antropologi, sejarah, filsafat, dan agama. Jumlah prodi sains- keteknikan lebih sedikit dibanding ilmu sosial dan humaniora. Sains keteknikan sebanyak 10.135 prodi sekitar 43%. Dan ilmu sosial dan humaniora sebanyak 57% ( 13.611). Dari jumlah mahasiswa sebanyak 5. 228.562, yang menekuni sains keteknikan hanya 1.593.882(30,5 persen). Dan mereka yang menekuni bidang ilmu sosial dan humaniora sebanyak 3. 634.679(69,5 %).Sehingga terjadilah ketimpangan. Terjadilah inflasi sarjana ilmu-ilmu sosial humaniora. Lebih banyak " pengamat" daripada ahli. Defisit sarjana teknik tak terhindarkan. Indonesia kekurangan insinyur. Diperkirakan tahun 2015-2025, kita kekurangan insinyur sekitar 15 ribu pertahun. Pada tahun 2020-2025 kita membutuhkan insinyur sebanyak 90.500 pertahun. What Next? Kita harus menjawab tantangan- tantangan pengembangan pendidikan tinggi tersebut. Kita harus terus berinovasi untuk membuat peluang- peluang baru. Penguatan pengakuan prodi dan institusi harus menjadi konsern pimpinan perguruan tinggi. Peningkatan kualitas dosen yaitu sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi. Publikasi ilmiyah harus terus digenjot semoga kita mendapatkan recognition, pengakuan baik nasional, regional ASEAN maupun internasional. Pemenuhan infrastruktur kampus harus terus dibenahi semoga civitas akademik bisa betah mengembangkan ilmu dan proses pembelajaran di kampus. Kampus yang ikonik harus kita bangun yang akan menjadi pujian Kemenag dan bangsa kita. PTKI harus berdiri pada garis terdepan dalam menyuarakan moderasi Islam. Pimpinan PTKI harus tegas menolak bentuk- bentuk gerakan dan kegiatan radikalisme agama yang berujung pada pelemahan pilar- pilar bangsa. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Nasehat Wisudawan 1. Isteri yang menyandang gelar sarjana lebih banyak aktual thinking, bukan negatif thinking. Kalau isteri tidak sarjana, begitu suaminya keluar doanya berbeda. Ya Allah, Hindarkanlah suamiku dari godaan para janda. 2. Di sini sarjananya juga tidak berwajah takfiri. Sedikit-sedikit mengkafirkn orang lain. Sedikit sedikit membid'ahkan orang yang berbeda. Kita mencetak sarjana Islam wasathiyah. Islam moderat. 3. Jadilah harimau. Sebab harimau meskipun diam, tetap saja harimau. Ditakuti dan disegani. Jangan mirip anjing yang suka menggonggong tetapi tetap saja tidak didengar. 4.Jadilah sarjana Muslim Indonesia. Kita lahir dan besar di tanah air Indonesia. Jadilah penyebar kedamaian dan merawat NKRI. 5. Saat hidup menjatuhkanmu, kau harus memilih, bangun atau tetap tergeletak. Diam.
Advertisement