Terapi Rumi dalam al- Masnawi Mari kembalilah dari semak berduri, Datanglah ke taman bunga mawar, (Jalaluddin Rumi) Suara Rumi terbersit dalam puisinya perlu didengar insan di seluruh dunia, Di Timur maupun Barat. Terlebih pada masa modern ini ( komentar R.A Nicholson). Abad ke 21 ialah era kearifan. Siapa yang tidak memiiliki kebijaksanaan, maka hidupnya akan sia- sia. Ibarat menyelam dalam kedalaman lautan, kita harus mempunyai peralatan menyelam. Agar kita selamat dan menemukan harta karun kearifan di "samudera". Jika Anda bertanya, bagaimana saya dapat hidup senang dan sukses? Saya mengatakan, lihat dengan mata anda apa yang ditawarkan oleh Maulana Rumi. Suatu hari, Abu Jahal melihat Rasulullah shalla Allah alaih wa sallama, kemudian berkata: Dengan melihatmu Muhammad, saya semakin yakin betapa buruknya keturunan Bani Hasyim. Nabi menimpali, bersama-sama engkau telah melampaui batas, tapi apa yang kau katakan ialah benar. Tak usang kemudian, datanglah Abu Bakar, dan dikala melihat Rasulullah, ia berkata: anta syamsum, ya rasulallah, engkau laksana matahari, wahai rasulallah. Sinarmu besar lengan berkuasa menyinari bumi. Nabi menjawab, engkau benar wahai Abu Bakar. Para sahabat menyaksikan dua insiden tersebut. Nabi kemudian menjelaskan, saya ialah sebuah cermin. Siapa yang melihatku bersama-sama ia sedang melihat dirinya sendiri. Rumi berkata: kau tahu mengapa cermin tidak memantulkan cahaya bayanganmu? Itu alasannya karat di wajahmu belum dibersihkan. Bersihkanlah "kolam hati", maka tubuh akan higienis dengan sendirinya, penuhilah bak itu dengan kebaikan. Hilanglah keburukan dengan sendirinya. Kunci selamat dari keburukan ialah bertahan dengan kebaikan. Bertarung melawan keburukan sama halnya dengan berjuang menghilangkan kotoran. Membersihkan kotoran lebih gampang alasannya akan hilang dengan sendirinya, (h. 145). Hal yang menarik buku Prof Nevzat Tarhan dibumbui dengan kisah- cerita hikmah. Seperti cerita si Badui dan sang filsuf. Seorang Badui meletakkan dua karung berat di atas punggung untanya. Ia kemudian duduk di antara dua karung tsb. Tak usang kemudian datanglah seseorang yang mengajaknya berbincang dan bertanya dari mana asalnya dan hendak ke mana? Apa isi kedua karung ini, tanya si filsuf? Badui menjawab, karung yang satu berisi gandum dan yang lainnya berisi pasir, tidak ada makanan. Mengapa kau mengangkut sekarung pasir, tanya filsuf. Agar untaku terjaga keseimbangannnya, jawab si Badui. Filsuf: bila kau memakai akalmu, kau dapat saja meletakkan setengah gandum ini pada karung ini dan setengah sisanya pada karung yang lain. Dengan demikian, kedua karung ini menjadi lebih ringan. Sehingga untamu tidak kelelahan, terang si filsuf. Si Badui oke dengan saran bijak sang filsuf. Dia pun bertanya, hai orang cerdas, mengapa orang pandai sepertimu berjalan kaki di tengah gurun ibarat ini? Tidakkah kau merasa lelah? Makanya, jangan teori melulu!!!...... Demikian cuplikan pesan tersirat dari buku Prof Nevzat Tarhan yang berjudul: Terapi Mesnawi.
Advertisement