-->

Menyikapi Maraknya Tawuran Pelajar Ketika Ini

Menyikapi Maraknya Tawuran Pelajar Ketika Ini
Menyikapi Maraknya Tawuran Pelajar Ketika Ini
Menyikapi Maraknya Tawuran Pelajar Saat ini Menyikapi Maraknya Tawuran Pelajar Saat ini
Menyikapi Maraknya Tawuran Pelajar Saat ini
ppkn.guruindonesia.id - Dunia Pendidikan masih prihatin dan berduka dengan masih banyaknya bencana yang sangat memalukan dan tidak bermoral yang dilakukan oleh pelajar. Sudah tidak abnormal di pendengaran kita mendengan kata Tawuran yang marak terjadi antar pelajar di negeri ini. Tawuran yakni kenakalan/kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok pelajar dengan kelompok pelajar lainnya. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar setingkat SD, SMP, SMK, tapi juga sudah melanda hingga ke kampus-kampus. Ada yang menyampaikan bahwa laga merupakan hal yang masuk akal pada remaja.

Selain di Daerah, di kota-kota besar menyerupai Jakarta, Bogor, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi, dan sudah banyak memakan korban bahkan tidak sedikit yang meninggal dunia dengan cara yang sia-sia.

A. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TAWURAN 
1. Faktor Internal 
  • Frustasi Negatif yang dimasukan dalam pembiasaan yang salah 
  • Gangguan jawaban dan pengamatan pada remaja, sehingga timbul interprestasi yang keliru dan salah akhirnya cukup umur menjadi bergairah menghadapi tekanan-tekanan dan ancaman yang timbul sehingga anak liar dan cepat murka sehingga gampang menyerang. 
  • Gangguan berfikir dan intelegensi pada diri kalangan remaja
  • Gangguan emosional atau perasaan pada remaja 
  • Tumbuhnya Jiwa premanisme
  • Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang bisa melaksanakan pembiasaan pada situasi lingkungan yang kompleks. Maksud Kompleks di sini yakni adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin usang makin bermacam-macam dan banyak. Situasi ini biasanya menjadikan tekanan pada setiap orang, akan tetapi pada cukup umur yang terlibat perkelahian, mereka kurang bisa untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Pada umumnya mereka gampang putus asa, mudah/cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang/pihak lain pada setiap masalahnya, dan menentukan memakai cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Umumnya Pada cukup umur yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, gampang frustrasi, mempunyai emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan mempunyai perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
  • Kurang Tegas Tindakan Hukum sehingga cukup umur yang tawuran merasa tidak takut akan hukuman yang mereka terima dan tidak ada imbas jera.
2. Faktor Eksternal 
  • Faktor keluarga. Permasalahan dirumah yang dipenuhi dengan kekerasan (entah antar orang renta atau pada anaknya) terang berdampak pada anak. Anak, ketika tumbuh remaja, mencar ilmu bahwa kekerasan yakni serpihan dari dirinya, sehingga yakni hal yang masuk akal jikalau ia melaksanakan kekerasan pula. Orang renta yang terlalu berlebihan dalam melindungi anaknya akan menciptakan cukup umur tumbuh sebagai individu yang tidak sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan tidak berani berbagi identitasnya yang unik. Saat bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai serpihan dari identitas yang dibangunnya.
  • Faktor sekolah. Sekolah jangan hanya dipandang sebagai forum yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Akan Tetapi sekolah sebaiknya terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk mencar ilmu aktif disekolah (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya kemudahan praktikum, dsb.), hal ini akan mengakibatkan siswa lebih bahagia melaksanakan acara di luar sekolah bersama teman-temannya. Disinilah sekolah harus segera mengambil peranannya untuk memecahkan dilema mereka.
  • Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari cukup umur alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku jelek (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu sanggup merangsang cukup umur untuk mencar ilmu sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya sikap berkelahi.
B. DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. 
  1. Pelajar yang terlibat akan mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
  2. Rusaknya kemudahan sosial dan kemudahan umum menyerupai Sekolah, bus, halte dan kemudahan lainnya, serta kemudahan pribadi menyerupai beling toko dan kendaraan. 
  3. Terganggunya proses mencar ilmu di sekolah. 
  4. Mungkin yakni yang paling dikhawatirkan para pendidik, yakni berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu mencar ilmu bahwa kekerasan yakni cara yang paling efektif untuk memecahkan dilema mereka, dan karenanya menentukan untuk melaksanakan apa saja biar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini terang mempunyai konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
C. UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN 
  1. Tindakan aturan yang tegas dengan imbas jera yang menciptakan mereka tidak berani melakukannya kembali
  2. Tanamkan Pendidikan Agama secara maksimal
  3. Kokohkan wawasan Kebangsaan 
  4. Kembali kepada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia 
  5. Jangan Lupakan sejarah Bangsa 
  6. Cintai Tanah Air Secara Utuh 
D. SIAPA PIHAK YANG HARUS BERTANGGUNGJAWAB TERHADAP TERJADINYA KENAKALAN REMAJA
  1. Orang Tua 
  2. Sekolah 
  3. Pemerintah 
  4. Masyarakat 
  5. Tokoh Agama 
  6. Tokoh Adat
E. PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR
Banyak pihak yang Sering menuduhkan, pelajar yang laga berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Misalnya Data yang di peroleh di Jakarta tidak mendukung hal ini, alasannya dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya yakni sekolah menengah umum. Selain itu ada sebagian pelajar yang sering laga berasal dari keluarga bisa secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memperlihatkan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang serasi dan sering tidak berada di rumah.

Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, mencakup faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya menyerupai angkutan umum dan tata kota.

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia cukup umur digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan cukup umur (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, sanggup digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi lantaran adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akhir adanya kebutuhan untuk memecahkan dilema secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para cukup umur yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka gembira jikalau sanggup melaksanakan apa yang dibutuhkan oleh kelompoknya.

Secara sanksi, tidak ada rasa takut terhadap hukuman aturan yang berlaku ketika ini. mereka menganggap saaat ini tidak ada tindakan aturan yang menciptakan imbas jera, mereka merasa dilindungi oleh HAM sehingga mereka yang dibawah umur merasa bebas untuk melaksanakan apapun lantaran aturan tidak akan menjerat secara tegas.

F. TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan psikologi, setiap sikap merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang cukup umur terlibat perkelahian pelajar.

Terima kasih telah membaca artikel ini hingga selesai, semoga bermanfaat. Berikan Saran dan Komentar yang membangun dan bermanfaat. 

Advertisement