Supersemar, Surat Sakti Penuh Misteri?? |
Supersemar kependekan dari Surat Perintah Sebelas Maret yaitu surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi ihwal perintah yang menginstruksikan Soeharto, yang ketika itu menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang jelek pada ketika itu.
Surat Perintah Sebelas Maret ini yaitu versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia menyampaikan bahwa terdapat banyak sekali versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor
Meski sudah berusia 53 tahun, Supersemar masih menuai kontroversi. Surat perintah bertanggal sebelas maret yang mengantarkan Soeharto ke puncak kekuasaan di Republik Indonesia itu menyimpan segudang misteri. Dari sisi sejarah Supersemar yaitu surat yang mengawali peralihan kepemimpinan nasional dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru. Ia juga merupakan surat sakti yang memilih kelahiran dan keabsahan pemerintahan Soeharto, sekaligus "penyingkiran" Soekarno. Namun, pengungkapan misteri seputar Supersemar sanggup dibilang menemui jalan buntu lantaran surat aslinya tidak diketahui keberadaannya. Ia hilang secara misterius. Bersama dengan raibnya surat maha penting itu, banyak sekali spekulasi pun muncul.
Orang bertanya ihwal siapa yang menyimpan surat itu, siapa sebetulnya yang membuatnya, ibarat apa isinya, sampai apa tujuan dibentuk dan bagaimana perintah itu kemudian dilaksanakan. persemar yaitu surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Isinya berupa aba-aba Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan pada ketika itu.
Namun sampai ketika ini setidaknya ada tiga versi naskah Supersemar yang beredar di masyarakat. Pertanyaannya: Mengapa ada tiga? Mana yang asli? Apakah ada penggalan yang ditutupi? Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) ketika ini menyimpan tiga Supersemar. Namun, ketiganya mempunyai versi masing-masing.
- Supersemar yang diterima dari Sekretariat Negara, dengan ciri: jumlah halaman dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama "Sukarno".
- Supersemar yang diterima dari Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia AD dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda, ketikan tidak serapi versi pertama. Penulisan ejaan sudah memakai kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada ketika itu. Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama "Sukarno", pada versi kedua tertulis nama "Soekarno".
- Supersemar yang diterima dari Yayasan Akademi Kebangsaan, dengan ciri: jumlah halaman satu lembar, sebagian surat robek sehingga tidak utuh lagi, kop surat tidak jelas, hanya berupa salinan. Tanda tangan Soekarno pada versi ketiga ini juga berbeda dengan versi pertama dan kedua.
Ada tiga arsip naskah Supersemar, dari Sekretariat Negara, Puspen Tentara Nasional Indonesia AD, dan dari seorang kiai di Jawa Timur, Selain yang disimpan ANRI, ada pihak-pihak lain yang mengaku mempunyai naskah aslinya (buku Seabad Kontroversi Sejarah, Asvi Warman Adam, halaman 80). Beberapa sumber menyebutkan bahwa naskah orisinil Supersemar disimpan di sebuah bank di luar negeri, sedangkan sumber lain menyebut yang orisinil sebetulnya sudah tidak ada lantaran dibakar dengan tujuan tertentu. Dalam wawancara oleh Majalah Forum edisi 13, 14 Oktober 1993, mantan Pangdam Jaya sekaligus mantan Menteri Dalam Negeri Amirmachmud menyampaikan bahwa naskah orisinil Supersemar diserahkan oleh Basoeki Rachmat, M Jusuf, dan dirinya kepada Soeharto yang ketika itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat.
Namun kemudian Pak Harto menyerahkan surat itu pada Soedharmono untuk keperluan pembubaran PKI. Setelah itu surat tersebut “menghilang.” Apakah dikembalikan pada Soeharto lantaran Soedharmono mengaku tidak menyimpannya, atau disimpan orang lain? Menurut Amirmachmud naskah orisinil Supersemar terdiri dari dua lembaran. Itu sebabnya buku “30 Tahun Indonesia Merdeka” ditarik dari peredaran lantaran di dalamnya memuat naskah Supersemar yang palsu, hanya satu lembar. Penugasan atau Pemaksaan?
Nah, selain soal keaslian, kisah mengenai proses kelahiran Supersemar juga kontroversial. Dalam buku “Kontroversi Sejarah Indonesia” (Syamdani halaman 189), diceritakan ada mantan anggota Tjakrabirawa , Letnan Dua Soekardjo Wilardjito yang menyaksikan bahwa Bung Karno menandatangani Supersemar pada 11 Maret 1966 dibawah todongan pistol FN kaliber 46. Dikatakan Wilardjito, ketika itu Mayjen Nasoeki Rachmat (saat itu Pangkostrad), Mayjen Maraden Panggabean (Wakasad) Mayjen M Yusuf dan Mayjen Amirmachmud mendatangi Soekarno di istana Bogor dengan membawa map merah muda. M Yusuf kemudian menyodorkan sebuah surat yang harus ditandatangani. Sempat terjadi obrolan dengan Bung Karno. Wilardjito mengaku, dari jarak tiga meter di belakang Soekarno, ia melihat Basoeki Rachmat dan M Panggabean menodongkan pistol. Bila itu yang terjadi, maka orang sanggup menyimpulkan bahwa sedang terjadi kudeta.
Namun begitu, keterangan Wilardjito dibantah M Yusuf dan Amirmachmud. Dalam buku “Kontroversi Sejarah Indonesia” halaman 186 Amirmachmud hanya menyebutkan sempat ada rencana membawa senjata ke Bogor. “Adalah Pak Jusuf yang mengusulkan supaya kita bawa bren, bawa sten, dan segala macam. Saya bilang, di sana ada dua batalyon Cakra (Tjakrabirawa), kita mau apa di sana?” katanya. Cerita lain,menurut Asvi, sebelum 11 Maret 1966, Soekarno pernah didatangi oleh dua pengusaha utusan Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara. Kedua pengusaha itu, Hasjim Ning dan Dasaad, tiba untuk membujuk Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Akan tetapi, Soekarno menolak, bahkan sempat murka dan melempar asbak. "Dari situ terlihat ada perjuangan untuk membujuk dan menekan Soekarno telah dilakukan, kemudian diikuti dengan pengiriman tiga jenderal ke Istana Bogor.
Bagi Soekarno, surat itu yaitu perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan dirinya selaku Presiden dan keluarganya. Soekarno pun pernah menekankan, surat itu bukanlah transfer of authority. Namun, Amirmachmud, jenderal yang membawa surat perintah dari Bogor ke Jakarta pada 11 Maret 1966, pribadi berkesimpulan bahwa itu yaitu pengalihan kekuasaan.
Dengan interpretasi ibarat itulah, Soeharto kemudian naik ke tampuk kekuasaan. Mengungkap Kebenaran Kini, sesudah 50 tahun berlalu, belum ada balasan terang soal pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal. Namun ada impian bahwa kegelapan itu terungkap. Salah satu titik berangkatnya yaitu konsistensi Arsip Nasional Republik Indonesia dalam mencari dokumen orisinil Supersemar.
Salah satu instrumen yang sanggup dipakai yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 ihwal Kearsipan. UU kearsipan itu berisi hukum ihwal hukuman maksimal eksekusi penjara selama 10 tahun bagi orang yang menyimpan arsip negara dan tidak menyerahkannya kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Selain itu, Daftar Pencarian Arsip (DPA) juga disinggung.
Sejarawan Asvi Warman Adam berharap ANRI mendorong keluarnya peraturan pemerintah atas UU Kearsipan. Apabila pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana, maka ANRI akan punya wewenang lebih untuk mencari naskah orisinil itu. Bisa jadi, kewenangan itu termasuk menggeledah pihak-pihak yang mungkin menyimpan naskah otentik Supersemar tersebut. Bila itu yang terjadi, maka ada impian terjadi pelurusan sejarah.
Bila dahulu sejarah selalu diubahsuaikan oleh kepentingan penguasa, sekarang sejarah juga memasukkan pandangan dan temuan dari banyak orang. Adagium “Sejarah ditulis oleh para pemenang” tidak lagi jadi sesuatu yang mutlak. Walau Soeharto tak lagi berkuasa, dan tak ada efek pribadi secara politik, pengungkapan misteri Supersemar tetap mempunyai arti bagi bangsa Indonesia. Setidaknya sebagai bangsa, sejarah kita dengan gamblang sanggup diceritakan. Pengungkapan Supersemar juga menjadi peringatan bagi para penguasa supaya tidak membelokkan sejarah untuk kepentingannya. Karena mereka sanggup saja menuliskan sejarah berdasarkan kemauannya, namun tidak sanggup menghapuskan kebenaran.
Terima kasih sudah membaca Artikel ini, semoga bermanfaat. Mohon masukan dan sarannya supaya dalam penulisan artikel berikutnya sanggup lebih kolam dan maksimal.
Advertisement